MAKNA PUASA RAMADHAN
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang_orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu)
dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari_hari
yang lain. dan wajib bagi orang_orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika
kamu Mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan_penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari_hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk_Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur. [QS. Al_Baqarah (2): 183-185]
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu melebihi yang lain dan menuliskan sebagian hari dan malam di atas hari dan malam yang lain,[1] serta menjadikannya sebagai dagangan yang menguntungkan bagi hamba_Nya yang mukmin. Allah subhanahu wa ta’ala
juga memilih sesuatu yang dikehendaki_Nya. Allah memilih tempat yang
dikehendaki_Nya, pilihan_Nya sendiri ada yang menjadi Rasul, pemimpin
negara, gubernur, walikota, kepala sekolah, cendikiawan, dan sebagainya.
Allah subhanahu wa ta’ala memilih gua Hira’ yang dikehendaki-Nya sebagai tempat pertemuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Malikat Jibril ‘Alaihissalam.
Kemudian Allah juga memilih Makkah Al_Mukarramah yang dikehendaki_Nya
sebagai kiblat kaum Muslimin dan memilih juga kota Madinah sebagai basis
pertahanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyebarkan risalah Ilahi.
Selain hal-hal di atas, Allah subhanahu wa ta’ala
juga telah memilih bulan suci ramadhan sebagai bulan kemuliaan yang di
dalamnya terdapat begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh umat
Islam, baik yang akan dirasakan dalam kehidupan di dunia terlebih lagi
di kehidupan akhirat kelak.
Dalam Islam
bulan Ramadhan mempunyai makna yang istimewa dan kedudukan yang mulia.
Banyak kejadian atau peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini.[2]
Sehingga sudah seharusnya kita memaknai bulan suci Ramadhan ini dengan
berbagai amal kebajikan, di antaranya adalah puasa selama bulan
Ramadhan.
A. PENGERTIAN PUASA RAMADHAN
Puasa (shaum),
menurut bahasa Arab artinya menahan dari segala sesuatu, seperti
menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya.[3] Hal yang serupa dikatakan oleh Usamah Abdul Aziz bahwa puasa (shaum)
pada dasarnya berarti menahan diri dari melakukan suatu perbuatan, baik
makan, berbicara maupun berjalan. Oleh karena itu, kuda yang tidak mau
berjalan atau memakan rumput disebut shaim (kuda yang tidak mau berjalan). Penyair berkata, “Khailun Shiyaamuw wa Ukhro Ghairu Shaaimatin” artinya kuda_kuda ini tidak mau berjalan dan kuda_kuda yang lain mau berjalan.[4]
Sedangkan puasa (shaum)
menurut istilah agama Islam adalah amal ibadah yang dilaksanakan dengan
cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai
terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat karena Allah
dengan syarat dan rukun tertentu.[5] Namun ada yang mengatakan bahwa puasa (shaum) adalah bentuk menahan yang khusus pada waktu yang khusus dengan cara yang khusus pula.[6] Adapun pengertian Ramadhan adalah pembakaran.[7] Istilah Ramadhan telah menjadi nama salah satu bulan dalam sistem penanggalan Hijriyah.
Dengan
demikian, puasa Ramadhan adalah amal ibadah yang dilakukan dengan cara
menahan yang khusus, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa pada waktu yang khusus yaitu selama bulan Ramadhan
mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat karena
Allah dengan syarat dan rukun tertentu..
B. KEWAJIBAN PUASA RAMADHAN
Puasa Ramadhan mulai diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala atau umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Sya’ban, satu setengah tahun setelah hijrah. Ketika itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
baru diperintahkan untuk mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis di
Yerusalem ke Masjidil Haram di Makkah. Adapun perintah untuk
melaksanakan puasa terdapat dalam Alquran surat Al_Baqarah ayat 183 yang
berbunyi,
“Hai
orang_orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang_orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” [QS. Al_Baqarah (2): 183] [8]
Kemudian, dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang
akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan jika dia memasuki bulan
Ramadhan dan Ramadhan ini telah berlalu sebelum dia diampuni.” [HR. At_Tirmidzi, Ahmad, Al_Hakim, dan Ibnu Hibban] [9]
C. PUASA DAN TAQWA
Di dalam
Islam, puasa Ramadhan mempunyai tujuan dalam rangka taqwa kepada Allah
Ta’ala sebagaimana dijelaskan pada akhir ayat yang berbunyi “agar kamu
bertaqwa.” Adapun pengertian taqwa adalah menjaga diri dari perbuatan
yang menyebabkan kemurkaan Allah dan perbuatan yang bisa mendatangkan
siksa_Nya. Cara yang ditempuh untuk merealisasikan hal itu adalah dengan
menjalankan perintah_perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan_Nya.
Juga menjaga jiwa dari perbuatan_perbuatan dosa dan hawa nafsu, serta
membersihkan diri dari berbagai macam prilaku (akhlaq) tercela.[10]
Seseorang
yang menjalankan puasa Ramadhan harus mengekang diri dari tuntutan
biologis, seperti makan, minum, melakukan hubungan suami istri, demi
menjalankan printah Allah subhanahu wa ta’ala.
Tentu saja
seseorang yang harus mengekang dirinya akan merasa berat, walaupun
dilakukan demi menjalankan perintah Allah. Sepanjang bulan suci Ramadhan
ia harus menahan diri dengan penuh kesabaran dan menyadari bahwa Allah
selalu mengawasinya. Seandainya rasa takut terhadap larangan Allah dalam
meninggalkan puasa tidak ada pada dirinya, maka ia tidak akan tahan
melakukan puasa Ramadhan. Tentu saja dengan membiasakan diri dalam hal
ini, akan tertanam dalam jiwanya rasa ikhlash dalam menjalankan perintah
Allah, dan rasa malu jika melanggar larangan-larangan_Nya.
Puasa
Ramadhan juga dapat menempa iman seseorang, sehingga kuat laksana baja
dalam menghadapi hawa nafsu dan kebiasaan_kebiasaan yang membahayakan.
Selain itu juga, puasa Ramadhan dapat mendidik jiwa untuk bertaqwa
kepada Allah dan taat melaksanakan perintah-perintah_Nya. Kemudian,
puasa Ramadhan dapat melindungi diri dari kemauan hana nafsu atau
melaksanakan hal_hal yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Itulah hakikat tujuan puasa Ramadhan dan buah yang akan dipetik oleh pelakunya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai berikut: “Puasa
adalah benteng (dari perbuatan maksiat), apabila salah seorang di
antara kamu melakukan puasa, maka janganlah berbicara kotor dan jangan
berlaku seperti orang bodoh. Jika ada yang mencari atau mengajak
bertengkar, maka katakanlah, ‘Saya sedang puasa, saya sedang puasa’.” [HR. Bukhari]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, “Barangsiapa
tidak mau meninggalkan perkataan bohong dan melakukan perbuatan
tercela, maka Allah tidak membutuhkan lagi puasanya.” [HR. Bukhari]
Sabda Nabi Muhammad shalalallahu ‘alaihi wa sallam
di atas, memberikan penjelasan kepada kita bahwa yang dimaksud dengan
puasa tidak sekedar menahan lapar dan dahaga. Bahkan lebih dari itu, ia
harus mengekang nafsu syahwat dan memadamkan api kemarahan serta
menundukkan nafsu amarahnya untuk taat kepada Allah. Apabila
syarat_syarat yang telah saya sebutkan tadi tidak terpenuhi pada diri
seseorang yang melakukan puasa, maka Allah tidak akan memperdulikan lagi
puasanya.
D. PUASA DAN KEBAIKAN
Puasa adalah
jalan menuju kebaikan. Apabila seorang yang kaya melakukan ibadah puasa
Ramadhan, maka ia akan merasakan sengatan rasa lapar. Dengan demikian,
ia akan merasakan belas kasihan terhadap kaum fakir miskin yang selalu
mengalami rasa lapar karena hidup mereka serba kekurangan. Oleh
karenanya, sebagai kifarah orang yang tidak mampu berpuasa dikarenakan
sakit atau sudah tua, harus membayar makanan terhadap kaum fakir miskin
sebanyak puasa Ramadhan yang tidak dilakukannya. Juga diwajibkan bagi
kaum muslimin membayar zakat fitrah yang diberikan kepada kaum fakir
miskin seusai bulan Ramadhan, karena pada waktu itu semua kaum muslimin
bersuka ria menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fitri. Agar kegembiraan
dapat merata ke segenap lapisan masyarakat, maka Islam mewajibkan
memberikan zakat fitrah kepada orang_orang yang tidak mampu.
E. PUASA DAN SABAR
Puasa
Ramadhan ini serupa dengan pompa bensin, karena pada bulan ini jiwa
manusia diisi dengan energi yang bisa menggerakkan dalam menempuh
perjalanan hidup. Tetapi jenis energi apakah yang dipompakan ke dalam
jiwa kita dalam bulan Ramadhan itu?
Jawabannya, tidak lain adalah kesabaran dalam pengertian luas, karena puasa adalah separuh dari kesabaran.[11]
Seorang muslim berlaku sabar dalam menahan sengatan lapar, haus, dan
meninggalkan kebiasaan_kebiasaannya pada siang hari yang dapat
membatalkan puasa Ramadhannya. Ia menahan diri dengan sabar dan sukarela
demi melaksanakan perintah Allah. Sukarela dalam bersabar menghadapi
tekanan hawa nafsu lebih utama dari pada berlaku sabar karena dipaksa
oleh keadaan. Dengan sukarela berarti seseorang menjadi tuan bagi
dirinya sendiri, dan lebih mampu dalam menghadapi cobaan_cobaan hidup,
yang pada kesudahannya sabar akan meresap ke dalam tulang sumsumnya.
F. PUASA DAN KEKUATAN ROHANI
Di samping
menanamkan rasa sabar, puasa Ramadhan juga dapat menempa jiwa seseorang
sehingga bersikap cerah, bercahaya dan selalu dekat dengan Allah subahanhu wa ta’ala.
Seorang yang melakukan puasa Ramadhan bagaikan Malaikat, jiwanya
dipenuhi dengan keluhuran dan akhlaqnya tinggi. Dalam jiwanya terpancar nur rabbani, ibadah adalah reaksinya, sikap yang luhur adalah ciri khasnya, dan ia selalu merasa berada dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, Allah subhaanhu wa ta’ala berfirman sesudah memerintahkan orang_orang yang beriman untuk berpuasa dengan lafadz sebagai berikut:
“Dan apabila
hamba-hamba_Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa
sannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdoa apabila
ia berdoa kepada_Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)_Ku dan hendaklah mereka beriman kepada_Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.” [QS. Al_Baqarah (2): 183] [12]
Kalau kita
cermati, seolah_olah susunan urutan ayat tadi memberikan peringatan
kepada umat manusia bahwa apabila mereka betul_betul melakukan ibadah
puasa Ramadhan, berarti mereka telah siap melakukan munajat dengan
Allah.
Apabila kita
melakukan puasa Ramadhan dengan sebenar_benarnya, maka dapat menempa
budi pekerti seseorang. Dengan puasa Ramadhan seseorang akan
membersihkan dirinya dari dosa_dosa dan mampu membiasakan diri untuk
taat terhadap Allah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat
lima waktu; dari shalat Jum’at ke shalat Jum’at lainnya; dari bulan
Ramadhan ke Ramadhan lainnya adalah merupakan pelebur dosa selagi
dosa_dosa besar dijauhi.” [HR. Muslim dan Imam Ahmad]
Kehidupan
kita sekarang ini dipenuhi dengan kesibukan_kesibukan. Tentunya hal ini
mempunyai pengaruh terhadap selera makan dan kadar makanan yang kita
makan. Pada waktu itu, perut kita terus bekerja tanpa hentinya. Anggota
pencernaan pun terus bekerja memproses bahan makanan yang sampai ke
dalam perut.
Demikian
pula pekerjaan_pekerjaan di kantor, sekolah, dan sebagainya akan
mengakibatkan banyaknya kadar lemak yang mengendap dalam tubuh kita.
Terutama sekali pada urat_urat nadi, yang mengakibatkan anggota_anggota
tubuh seseorang cepat rapuh.
Kegemukan,
penyakit kencing manis, reumatik, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi
dan komplikasi_komplikasi terhadap otak, jantung, mata dan ginjal, semua
penyakit tersebut dapat dicega dengan cara berpuasa.
Seseorang
yang melakukan puasa Ramadhan berarti mengistirahatkan jantung dan
menstabilkan cara kerjanya sehingga semua endapan yang dapat
membahayakan tubuh dapat dihilangkan. Puasa Ramadhan juga sangat
berfaedah bagi hati dan empedu, karena dapat menghilangkan zat lemak dan
dapat menjaga seseorang dari penyakit yang menyerang kedua organ tubuh
penting tersebut.
Puasa
Ramadhan juga dapat menghindarkan seseorang dari berbagai macam penyakit
kulit. Di antara penyakit kulit yang dapat disembuhkan oleh puasa
Ramadhan adalah penyakit eksim, allergi, dan bisul.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka puasa Ramadhan berarti mengistirahatkan alat
pencernaan dan meringankan cara kerjanya, sehingga perut besar, perut
kecil, dan usus dua belas jari dapat terhindar dari berbagai macam
gangguan yang akan menimpa di masa_masa mendatang. Namun, semua itu
dihubungkan dengan orang yang bertubuh sehat. Tetapi, bagi orang yang
terkena penyakit keadaannya berbeda. Untuk itulah Islam telah mengetahui
keadaan semacam ini. Allah subahanhu wa ta’ala berfirman,
(yaitu)
dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih
baik bagimu jika kamu Mengetahui. [QS. Al_Baqarah (2): 184] [13]
Demikianlah,
makna puasa Ramadhan yang dapat kita ketahui. Semoga dengan pengetahuan
yang singkat ini dapat membuat puasa Ramadhan yang kita lakukan tahun
ini dapat lebih bermakna dibandingkan dengan puasa Ramadhan tahun
kemarin. Amin ya rabbal ‘alamin..!
Saya memohon
kepada Allah Ta’ala dengan nama_nama_Nya yang agung dan sifat_sifat_Nya
yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan
yang berkah dan ikhlash semata_mata karena mengharap wajah_Nya yang
mulia, serta menjadi sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis,
pembaca, dan orang_orang yang ikut menyebarkannya.
Saya juga
memohon kepada Allah Ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan
semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah_lah sebaik_baik
tempat untuk memohon dan semulia_mulia tempat untuk berharap.
Saya
mencukupkan diri bergantung kepada Allah Ta’ala, karena Dia-lah
sebaik-baik pemelihara. Sekali lagi, segala puji milik Allah Ta’ala,
Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada penghulu
manusia, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan orang_orang yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Penulis :
Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I (Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang)
[1] Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb
kita, turun setiap malam ke langit dunia ketika malam tinggal tersisa
sepertiga yang terakhir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Siapa
yang berdoa kepada_Ku, niscaya akan Aku kabulkan. Siapa yang memohon
kepada_Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Siapa yang memohon ampun
kepada_Ku, niscaya akan Aku beri ampunan. Demikianlah terus Allah
melakukan hingga datang fajar.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihat Sa’id bin Ali bin Wahf Al_Qathani, Kumpulan Shalat Sunnah dan Keutamaannya, alih bahasa Abu Umar basyir, dari judul asli Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhail wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab Fi Dhau’il Kitab was Sunnah, (Jakarta : Darul Haq, 2006), cet. 4, hal. 112
[2] Di antara keistimewaan-keistimewaan dan kemulian bulan Ramadhan adalah (1). Allah subhanahu wa ta’ala
menurunkan Alquran, (2). Ramadhan merupakan satu-satunya nama bulan
yang terdapat di dalam Alquran, (3). Kemenang besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kaum Muslimin ketika terjadi perang Badar melawan tentara kafir Quraisy, (4). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kaum Muslimin menaklukkan kota Makkah dan memusnakan berhala di sekitar Ka’bah, (5). Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mejadi Rasul ketika berkhalawat di Gua Hira’, (6). Allah subahanhu wa ta’ala mewajibkan berpuasa bagi setiap muslim, (7). Pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, (8). Allah subahanhu wa ta’ala memberikan ampunan kepada orang yang berpuasa dengan iman dan ikhlash mengharap ridha Allah. Lihat Tim Editor Agama, Panduan Kegiatan Bulan Ramadhan, (Surakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), hal. 1
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: At_Thahiriyah, 1976), cet. 17, hal. 216
[4] Usamah Abdul Aziz, Puasa Sunnah: Hukum dan Keutamaannya, alih bahasa Abdillah, Lc, dari judul asli Shiyam At_tathawwu’ Fadhail wa Ahkam, (Jakarta: darul Haq, 2005), cet. 2, hal. 5
[5] Muhammad Suparta dan Ghufran Ihsan, Fiqih, (Semarang: CV. Karya Toha Putra, 1996), hal. 36
[6] Lihat Al_Mawardi, Al_Inshaf (3/269).
[7] Lihat Muhammad Suparta dan Ghufron Ihsan, Fiqih, hal. 44
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29
[9]
Imam At_Tirmidzi menghukumi hadits ini sebagai hadits hasan gharib.
Al_Hakim, Ibnu Hibban, dan Al_Dzahabi menghukuminya sebagai hadits
shahih. Dan Ibnu Hajar menshahihkan hadits ini karena mempunyai banyak
syawahid (hadits_hadits pendukung). Lihat Ahmad Ibn ‘Ali Hajar
Al_Asqalani, Fath Al_Bari Sharh Shahih Al_Bukhari, (Beirut: Dar Al_Fikr, tt), Jilid. 11, hal. 168. dan lihat Ahmad Lufti Fathullah, Hadits-Hadits Lemah dan Palsu dalam Kitab Durratun Nashihin (Keutamaan Bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan), (Jakarta: Darrus Sunnah Press, 2006), hal. 70
[10] Abu Ahmadi, Dosa dalam Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), cet. 2, hal. 191
[11] Ahmad Sunarto, Himpunan_Himpunan Khutbah Jum’ah Lengkap dan Praktis, (Jakarta: Amanah, 1979), hal. 389
[12] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29
[13] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29
0 komentar "MAKNA PUASA", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berikan Komentarnya | Untuk Kemajuan Blog Ini